Jumat, 03 Oktober 2014

STRUKTUR CERPEN RUMAH AMPLOP



A.  ANALISIS STRUKTUR
No
Struktur teks
Kalimat dalam teks
1.
Abstrak
Di masa kanak-kanak, rumah kami selalu kebanjiran amplop. Ruang tamu, laci-laci ruang kerja papa, lemari pakaian mama, hingga rak-rak dapur, penuh-sesak oleh amplop dari berbagai rupa, warna, dan ukuran. Setelah mama dan papa mengamankan isi dari amplop-amplop yang berserakan itu, kami akan melepaskan lipatan-lipatan kertasnya, lalu mengguntingnya sesuai pola-pola yang kami sukai. Hingga suatu hari kami bersepakat memberi nama tempat tinggal kami dengan “rumah amplop”. Rumah tempat beralamatnya amplop yang datang dari berbagai penjuru. Rumah yang makin bercahaya, seiring dengan makin berhamburannya amplop ke dalamnya. 
Barangsiapa yang dengan sadar dan sengaja menaruh uang alakadar di amplop yang bakal diantar ke rumah kami, akan membuat papa jadi murka. Urusannya pasti panjang, dan tentu akan dipersulit. Izin proyek bakal terganjal. Meskipun begitu, setiap amplop yang sudah tergeletak di rumah kami, mama dan papa pantang mengembalikannya,  hingga pada suatu ketika, para pengirim amplop itu menyebut kami sebagai “keluarga kecil pemakan segala”. Besar kami makan, kecil juga kami telan. Seolah-olah mulut mama dan papa begitu besar, bagai mulut buaya lapar yang senantiasa menganga, menyambut kedatangan amplop-amplop, tapi selama bertahun-tahun tak pernah mengenyangkan perut mereka.
2.
Orientasi
Bila jalan-jalan di setiap sudut kota rusak dan berlubang, bahkan ada yang sudah tak layak tempuh, itu bukan karena ulah mobil-mobil besar yang kerap melindasnya, tapi karena mobil-mobil kecil. Betapa tidak? Setiap kali papa terlibat dalam proyek pembangunan jalan, mama akan merengek-rengek manja minta hadiah mobil mewah keluaran terbaru. Dan, atas nama cintanya, diam-diam papa akan memerintahkan pemborong untuk menipiskan aspal yang mestinya tebal, memendekkan jalan yang seharusnya panjang, merapuhkan yang semestinya kokoh, dan semua hasil penyunatan anggaran itu ia gunakan untuk membeli mobil mewah permintaan mama. Bukankah sedan itu mobil berukuran kecil? Nah, itu sebabnya kami katakan bahwa yang merusak jalan bukan truk atau bis, tapi koleksi mobil mewah yang kini terparkir di garasi rumah kami.
3.
Komplikasi
Dulu, papa orang baik-baik. Anak patuh. Cerdas. Jujur. Bertanggungjawab. Namun, selepas menyandang gelar sarjana dari sebuah universitas ternama, nenek dan kakek terus-menerus mendorong agar ia bisa menjadi pegawai negeri sipil. Sebab, di kampung papa, cita-cita menjadi abdi-negara hampir-hampir sama mulianya dengan cita-cita masuk sorga di akhirat kelak. Oleh karena itu,  nenek melelang harta-benda, Menggunakan segala cara adalah sah demi cita-cita luhur itu.
Wak Odang (kakak kandung nenek), marah besar lantaran perbuatan menyuap yang dilakukan adik kandungnya, guna meloloskan papa menjadi pegawai negeri. sejak peristiwa suap yang dilakukan secara buka-bukaan itu, silsilah papa sebagai orang baik-baik dipenggal. Watak kebaikan dalam diri  papa telah disembelih.  Bukan oleh orang lain, tapi oleh ibu-bapaknya sendiri. Dulu, Wak Odang amat bangga pada prestasi-prestasi yang diraih papa. Betapa tidak? Sejak sekolah dasar hingga sekolah menengah, keponakan kesayangannya itu selalu terpilih sebagai siswa teladan.
4.
Evaluasi
Wak Odang tidak pernah lagi berhubungan dengan keluarga papa. Lantaran tidak berhasil membendung ambisi nenek dan kakek, ia mundur teratur. Apapun urusan keluarga besar papa ia tak pernah ikut campur lagi. Kakak-beradik telah pecah-kongsi, sudah berkerat-rotan, begitu orang-orang kampung menyebutnya. Sukra, keponakan yang sangat disayanginya, dibanggakannya, kini harus dilupakannya. Sudah tak terhitung banyaknya bantuan dan sumbangan yang diberikan papa untuk orang-orang di kampung.
Sepeser pun Wak Odang tak sudi mencicipi kekayaan papa. Wak Odang seolah-olah tahu dari mana sumber keberlimpahan di rumah amplop kami. Di matanya, kami lebih kotor dari najis, yang akan membatalkan wudhu’nya.  Kami sangat malu bertemu dengannya.
5.
Resolusi
Namun, rumah amplop kini sudah sepi. Setahun lalu, papa mengajukan permohonan pensiun muda. Ia ingin berkiprah membangun kampung halamannya. Sebagai putra daerah, papa ambil bagian dalam pemilihan Walikota. Agar predikat papa sebagai putra daerah semakin sempurna, hingga dapat menangguk sebanyak-banyaknya suara. Maka, tanpa ragu-ragu, papa mempersunting gadis desa bernama Nurjannah, seusia anaknya. Berbuih-buih mulut papa meyakinkan mama bahwa pernikahan itu tak lebih dari pernikahan sandiwara demi mendulang suara, agar ia memenangkan pemilihan Walikota. Entah karena jengkel, atau barangkali karena sangat maklum pada watak kemaruk papa, mama menyikapinya dengan amat santai. “Silahkan saja. Tapi sebaiknya kita berpisah saja!” Kami pikir inilah kesempatan mama melepaskan diri dari genggaman papa.
6.



Koda
Besar kami makan, kecil juga kami telan. Seolah-olah mulut mama dan papa begitu besar, bagai mulut buaya lapar yang senantiasa menganga, menyambut kedatangan amplop-amplop, tapi selama bertahun-tahun tak pernah mengenyangkan perut mereka
diam-diam papa akan memerintahkan pemborong untuk menipiskan aspal yang mestinya tebal, memendekkan jalan yang seharusnya panjang, merapuhkan yang semestinya kokoh, dan semua hasil penyunatan anggaran itu ia gunakan untuk membeli mobil mewah permintaan mama.
“Bersekongkol untuk menghancurkan masa depannya? Tak akan selamat hidupnya. Yang bermula dari ketidakjujuran akan berakhir dengan ketidakjujuran pula. Tanggunglah akibatnya nanti!” bentak Wak Odang.
Dulu, para pengirim amplop diam-diam menyebut papa sebagai manusia pemakan segala, kini papa sering digunjingkan teman-teman arisan mama sebagai penjahat pemanjat segalanya


B. GAYA BAHASA/MAJAS
No
Gaya bahasa
Kalimat dalam cerpen
1.
Hiperbola
-Di masa kanak-kanak, rumah kami selalu kebanjiran amplop.
2.
Repetisi
-penuh-sesak oleh amplop
3.
Asosiasi atau perumpamaan
-Seolah-olah mulut mama dan papa begitu besar, bagai mulut buaya lapar yang senantiasa menganga
4.
Alegori
-Besar kami makan, kecil juga kami telan.
5.
Sinisme
-“Kesempatan untuk menjerumuskannya, maksudmu?”
-silsilah Sukra sebagai anak baik-baik telah terpenggal sejak ia dipegawai-negerikan dengan uang pelicin
-silsilah Papa sebagai lelaki setia telah terpenggal sejak ia menceraikan Mama
6.
Sarkasme
-“Tahu apa kau soal masa depan?”


C.  NILAI-NILAI YANG TERDAPAT DALAM CERPEN
1.     Nilai moral
diam-diam papa akan memerintahkan pemborong untuk menipiskan aspal yang mestinya tebal, memendekkan jalan yang seharusnya panjang, merapuhkan yang semestinya kokoh, dan semua hasil penyunatan anggaran itu ia gunakan untuk membeli mobil mewah permintaan mama.
·      Di dalam kalimat di atas, mengandung nilai moral yang berati kita harus selalu jujur dalam melakukan sesuatu.
Menurut Wak Odang (kakak kandung nenek), sejak peristiwa suap yang dilakukan secara buka-bukaan itu, silsilah papa sebagai orang baik-baik dipenggal.
·  Dalam kalimat di atas mengandung nilai moral dimana kita tidak harus melakukan penyuapan untuk menggapai sesuatu.

2.     Nilai pendidikan
Menggunakan segala cara adalah sah demi cita-cita luhur itu.
·      Dalam kalimat ini mengandung nilai pendidikan yaitu kita harus berjuang keras dalam meraih cita-cita.
.3. Nilai sosial
Wak Odang  marah besar lantaran perbuatan menyuap yang dilakukan adik kandungnya, guna meloloskan papa menjadi pegawai negeri.
·     Dalam kalimat di atas mengandung nilai sosial dimana kita tidak harus melakukan penyuapan untuk menggapai sesuatu.
Sudah tak terhitung banyaknya bantuan dan sumbangan yang diberikan papa untuk orang-orang di kampung. Sekolah dibangun, masjid direnovasi, jalan diperbaiki, hingga nama papa begitu harum.
·      Dalam kalimat di atas mengandung nilai sosial dimana kita harus saling mambantu.

D. KATA-KATA SULIT DALAM CERPEN
No
Kata dalam cerpen
Artinya
1.
Direhab
diperbaiki
2.
Ambisi
keinginan (hasrat, nafsu)
3.
Subhat
sesuatu yang tidak jelas halalnya ataupun haramnya
4.
Simpatisan
orang yg bersimpati (kpd partai politik dsb)
5.
Predikat
nama, gelar kehormatan
6.
Menangguk
menangkap (ikan dsb) dng tangguk
7.
Mendulang
melimbang emas, intan, atau bijih dng dulang
8.
Kemaruk                         selalu ingin makan
9.
Birokrat                          pegawai yg bertindak secara birokratis


E.  ALUR
1.  Plausibilitas
Namun, selepas menyandang gelar sarjana dari sebuah universitas ternama, nenek dan kakek terus-menerus mendorong agar ia bisa menjadi pegawai negeri sipil. Selain hidup bakal terjamin, barangsiapa yang telah mengantongi SK pegawai negeri sipil, dalam waktu yang tidak terlalu lama akan selekasnya naik-kasta. Dari keluarga yang biasa-biasa saja, berubah menjadi keluarga yang berlimpah puji dan puja.(kemasuk akalan tentang keistimewaan kehidupan para pengawai sipil).
nenek melelang harta-benda, tiga kapling tanah warisan, lima bidang ladang, mengumpulkan uang pelicin guna meluluskan anaknya sebagai pegawai negeri. (kemasuk akalan tentang susahnya menjadi pengawai negeri dan proses suap menyuap yang biasa terjadi).

2.     SUSPENS
Dulu, papa orang baik-baik. Anak patuh. Cerdas. Jujur. Bertanggungjawab. Setidaknya begitu cerita yang kami dengar dari salah seorang kerabat saat kami diajak  pulang kampung. (menimbulkan rasa ingin tahu tentang bagaimana watak sukra bisa berubah).

3.     SURPRISE
Setahun lalu, papa mengajukan permohonan pensiun muda. Ia ingin berkiprah membangun kampung halamannya. Sebagai putra daerah, papa ambil bagian dalam pemilihan Walikota.
Maka, tanpa ragu-ragu, papa mempersunting gadis desa bernama Nurjannah, seusia anaknya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar